Lukisan Langit

by Sarah Audrey Christie

Lagi-lagi Allah membuatku terkesima. Dia yang melukis awan-awan di langit, dan membuat seolah-olah gumpalan uap air itu ada maknanya. Manusia berusaha menebak arti goresan-goresan yang menghias cakrawala itu, dan mencari kemiripan dengan dunia. Tapi mungkin saja, mungkin saja itu gambaran makhluk-makhluk Surga. Yang tak pernah kita lihat, yang belum pernah kita dengar.

Aku melintas sekali lagi di antara goresan-goresan itu. Dan aku bahkan melihat padang belantara Surga! Paparan awan dari ujung ke ujung, seperti mengundangku berjalan di atasnya. Ingin satu waktu aku turun ke sana, menyusuri padang yang melayang di angkasa itu dan merasakan apa yang selama ini hanya dapat kupandang. Apakah seperti semak-semak? Apakah seperti angin? Apa sebenarnya, aku sedang berjalan di pelataran Surga? Meski aku tahu, ini masih sangat jauh dari tempat kediamanNya.

Pilot membuka wacana. Kami sedang berada 11.600 meter di atas permukaan laut, katanya. Ia melaporkan cuaca. Ia melaporkan waktu tiba. Tapi aku yakin, ia tak akan pernah bisa menjelaskan apa yang sedang Tuhan lakukan di langit pagi ini. Tak ada penjelasan. Tak ada kata-kata. Hanya kesima, kagum, pesona, heran, ingin tahu. Ya, ingin tahu akan banyak hal yang misteri dalam hidupku, seperti awan-awan ini. Seperti cakrawala ini.

Tidak ada manusia super di dunia ini. Yang ada hanya Tuhan yang ajaib. Yang keajaibannya kekal, dari masa ke masa. Yang kuyakin hanya satu. Kalau Ia begitu peduli untuk melukis langit dan membuatnya tak sebanding dengan keindahan buatan tangan manusia, kalau Ia begitu rupa memikirkan apa yang hanya tergantung di angkasa dan menurunkan hujan, aku yakin, jauh lebih lagi Ia memikirkan aku. Gambar dan rupaNya. CintaNya. Buah hatiNya. Pusat pengorbananNya.

Dan saat aku tengah memikirkanNya, saat ini juga, Dia pun memikirkan aku. Aku sedang berkasih-kasihan dengan Allah. Aku sedang bersendagurau, bertanya jawab, berbalas kata-kata, meski aku tak mendengar bicaraNya.

Yesus. Dia penuh cinta. Setia. Adil. Besar. Melingkupi bumi. Mengatasi langit. Yang Tertinggi di atas yang tertinggi. Tapi hatiNya turun sampai ke bumi. Sampai ke hatiku.

Dia selalu datang di tengah sepi. Dia berbicara di dalam sunyi. Dia ada, dan aku merasakanNya. Dan asal Dia ada, bersamaku, itu pasti cukup. Karena semua di bawah kakiNya, semua di dalam tanganNya, dan aku terukir di hatiNya. Hidupku indah dalam rancanganNya.

Yesus, terima kasih untuk lukisanMu di awan pagi ini. Aku melihatnya, Tuhan. Indah sekali.