Archive for October 2013

Harapanku

Tuhan, aku hanya punya satu harapan.
Agar Kau tetap yang terutama dalam hidupku.
Yang pertama dari segala sesuatu.

Pencipta di atas semua yang dicipta;
Nomor satu.

Bukan karir atau pekerjaan.
Bukan harta, uang, atau kekayaan.
Bukan gereja atau pelayanan.
Bukan apa yang tampak baik untuk dilakukan.
Bukan keluarga atau cinta
Bukan orang-orang;
Apalagi barang-barang.
Bukan hal-hal yang penting dalam kehidupan.
Bukan kepuasan badani atau kesehatan
Bukan kebaikan atau kebanggaan
Bukan tindakan-tindakan
Atau keinginan-keinginan.
Bukan posisi atau prestasi
Bukan kekhawatiran,
Ketakutan-ketakutan yang tak perlu.
Pikiran, logika, atau imajinasi
Bukan otak kiri atau otak kanan.
Bahkan, bukan panggilanMu.
Bukan janjiMu.
Bukan berkat dan anugerahMu

Tapi hanya Engkau.
Hanya Engkau.
Selamanya sampai selamanya.
Hanya Engkau.

Today's Devotion: Kemauan Mendahului Kemampuan

Aku telah cukup yakin bahwa kemauan selalu mendahului kemampuan. Di mana Tuhan menemukan kemauan dalam hati manusia, di situ Ia akan menambahkan kemampuan Ilahi-Nya.

I Shall Not Want

Aku sedang menempuh perjalanan pulang sambil mendengarkan khotbah pastor John Piper, seorang pendeta dari AS dan penulis buku Risk is Right, waktu Tuhan membukakan sesuatu kepadaku.

Sebenarnya beberapa jam sebelumnya, setan sedang menggangguku lewat hal yang paling mudah ditemukan dalam kehidupan. Fakta. Fakta adalah pembunuh iman terbaik yang pernah ada di dunia ini. Tidak butuh pistol kaliber. Tidak butuh racun tikus. Ketahui saja sebanyak-banyaknya fakta di sekitar Anda. Niscaya iman akan menemui ajalnya dengan segera.

Aku melihat banyak fakta di Facebook hari ini. Ah, itu sebabnya aku tidak suka bergulir terlalu sering di laman Facebook. Tapi memang tak biasanya aku punya cukup waktu untuk melihat news feed orang-orang. Dan anehnya, aku hampir tak pernah membuka bagian news feed. Namun hari ini, bagian itu terbuka begitu saja (dan terasa sangat memenuhi layar!), seolah memohonku untuk menengoknya. Tak sengaja aku pun melihat begitu banyak perkembangan dan terobosan dalam kehidupan orang lain, bahkan mereka yang tidak hidup di dalam Tuhan. Lalu setan memainkan fakta-fakta itu dalam sebuah perbandingan besar dengan kehidupanku yang berada dalam masa penantian. Aku mulai merasa seperti sedang berjalan di atas treadmill, sementara semua orang lain berlari menuju tujuan mereka dan bahagia. Aku diam di tempat, mereka berlari pada tujuan. Aku menanti, mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Aku... mereka... aku... mereka...

Imanku pun mulai bertarung dengan fakta. Skor awal, fakta menang. Imanku babak belur saat kembali ke ujung ring. Terengah-engah oleh fakta yang bertubi-tubi. Tapi aku punya seorang Pelatih yang hebat. Ia tahu kapan aku menbutuhkan sebuah tepukan di punggung dan siraman air yang menyegarkan jiwaku. Ia tahu pasti, aku harus kembali kepada Firman.

Mengapa Firman? Sebab Firman adalah kebenaran yang absolut, yang kekal, yang tidak berubah, yang sejak keluar dari mulut Allah, tidak pernah kembali dengan sia-sia (Yesaya 55:11). Jadi apa yang dikatakan Firman itu tetap untuk selamanya. Firman adalah vaksin yang paling manjur untuk fakta. Anda kehilangan kepercayaan diri? Kehilangan harapan? Fakta membuat Anda ragu akan masa depan? Kembali kepada Firman. Kepastian yang terkandung dalam janji Allah akan membangkitkan kembali iman Anda yang terpuruk.

Dan karena Firman adalah Yesus sendiri, Allah yang hidup. Ke manakah kita menggantungkan segala kekhawatiran kita akan masa depan, jika tidak kepada Tuhan yang telah mati untuk kita -dan kini hidup dalam kekekalan sorgawi- yang telah menebus 'masa depan' itu bagi kita, dengan darah yang bukan mahal, aku tidak suka ketika darah Yesus dibilang mahal. Kalau mahal berarti masih ada orang yang bisa membelinya. Tapi darah ini tidak ternilai! Tidak terbeli oleh satu manusia pun di bumi. Namun dicucurkanNya dengan rela di kayu salib sampai mati, agar kita hidup, dan hidup berkelimpahan (Yohanes 10:10). Darah ini sudah mengembalikan semuanya. Termasuk kehidupan dan masa depan kita.

Firman Allah akan mengingatkan kita, betapa Allah telah melakukannya jauh lebih dari yang dapat kita bayangkan. Dia telah melebihi ekspektasi kita tentang penyelamatan. Sekarang pertanyaannya sederhana, kalau Ia merelakan anakNya yang tunggal untuk mati dengan cara yang dinobatkan sebagai cara mati paling buruk dalam sejarah manusia, agar kita dapat hidup, apa mungkin itu hanya untuk hidup yang biasa-biasa, atau malah, tanpa masa depan? Tidak mungkin! Kalau Anda seorang ayah atau ibu, Anda pasti memahaminya. Anda tidak akan merelakan anak Anda pergi melakukan suatu pengorbanan yang besar, jika tak ada tujuan yang agung pula di baliknya. Itu akan benar-benar menjadi pengorbanan yang sia-sia.

Jadi malam itu, menyadari betapa dahsyatnya Firman, aku kembali merenungkannya, lewat khotbah audio dari Pastor John Piper. Ia sedang membahas tentang Mazmur 23. Ah, Mazmur yang sederhana pikirku. Aku sudah tahu semuanya tentang Mazmur ini. Tapi tiba-tiba Tuhan mengingatkan aku satu bagian ayat yang dalam bahasa Indonesia berbunyi "Aku tidak akan kekurangan". Nah kita pasti sudah sangat familiar dengan frasa tersebut. Justru frasa itulah yang membuat ayat ini menjadi sangat terkenal. Karena kita, dan semua pendahulu kita berpikir bahwa ayat ini berbicara tentang pemenuhan kebutuhan material. Tidak salah memang. Karena toh ayatnya berbunyi demikian. "Aku tidak akan kekurangan". Tapi membaca ayat-ayat ini dan berhenti pada kesimpulan bahwa Allah pasti akan memenuhi kebutuhan kita, terlihat sangat terlalu sederhana bukan? Sebab ternyata Daud berbicara lebih dari sekadar kebutuhan material. Anda perlu tahu, Daud adalah seorang raja pada saat itu, dia hidup sangat berlimpah dengan materi. Ia makan saat ia ingin makan, Ia dapat membeli barang-barang hanya karena ia merasa bosan. Jadi kita dapat yakin. Bahwa ia tidak sedang membicarakan tentang Allah yang akan memenuhi kebutuhannya akan makanan atau pakaian. Ini sama sekali tentang sesuatu yang lain.

Untuk mengerti frasa ini, kita harus melihat terjemahan bahasa Inggris dari frasa "Aku tidak akan kekurangan". Dalam bahasa Inggris, seluruh ayat ini berbunyi, "The Lord is my Shepherd, I shall not want." (Mazmur 23:1)

"I shall not want."

Jadi seharusnya kita menerjemahkan ayat itu ke dalam bahasa Indonesia, bukan "Aku tidak akan kekurangan", tapi "Aku tidak akan menginginkan".

Aku tidak akan menginginkan. Wow. Sebuah pewahyuan yang membebaskan aku dengan segera dari cengkeraman hukum-hukum perbandingan.

Oke Anda bertanya, aku tidak menginginkan apa?

Kembali ke frasa sebelumnya, "The Lord is my Shepherd..."

Jadi aku coba menerjemahkan ayat ini dengan bahasa yang mudah kita pahami, "Karena Tuhan adalah Gembalaku, aku tidak akan menginginkan."

Mari sejenak kita masuk ke dalam pikiran seekor domba. Domba berpikir sederhana: aku tidak akan menginginkan apapun yang tidak diinginkan gembalaku. Kalau gembalaku pergi ke kiri, aku tak ingin pergi ke kanan. Aku lebih ingin pergi ke kiri, karena gembalaku ada di sana. Kalau gembalaku diam, aku juga ingin diam. Kalau gembalaku berjalan, aku juga akan berjalan.

Sama dengan jika kita benar-benar hidup dalam hubungan yang intim dengan Kristus Sang Gembala kita. Kita tak akan menginginkan? Menginginkan apa? Kita tak akan menginginkan apa yang tak Ia inginkan. Kita tak akan mau pergi ke tempat yang Ia tak mau kita di sana. Kita tak akan menginginkan pernikahan, kalau pernikahan itu tanpa Kristus. Kita tak akan menginginkan kesuksesan, jika kesuksesan itu menjauhkan kita dari Kristus. Kita tak akan menginginkan uang, karena uang tak mungkin berada di satu ruangan yang sama dengan Yesus. Jangan salah paham dengan saya. Tidak masalah jika Anda membutuhkan uang. Kita semua membutuhkan uang. Tapi jika kita menginginkan uang, dan lebih buruk lagi, menginginkannya lebih dari memiliki hubungan yang indah dengan Kristus, kita punya masalah besar!

Jadi, I shall not want, aku tidak akan menginginkan. Karena aku sudah memiliki Kristus, aku tidak akan menginginkan segala yang lain, yang bukan kehendak Kristus. Anda boleh membuka Facebook dan melihat begitu banyak fakta, tentang kesuksesan orang lain, kebahagiaan orang lain, kebesaran orang lain, tapi jika Kristus tidak menginginkannya untuk Anda, Anda tidak akan menginginkan. Sesederhana itu. Bangunlah hubungan yang pribadi dengan Allah. Maka Anda hanya akan menginginkan apa yang Ia inginkan. Daging boleh menginginkan banyak hal, karena daging lemah. Tapi jika roh Anda yang terhubung langsung dengan Bapa itu kuat, Anda akan dengan mudah menganggap segala keinginan daging itu sia-sia.

Selamat membangun hubungan yang lebih intim lagi dengan Sang Gembala, dan mulailah menginginkan apa yang Ia inginkan untuk Anda.

Hadirat-Nya Setia.

Kadang hadiratNya menerobos masuk
Di saat-saat aku terlalu sibuk
Dengan diriku dan orang-orang,
Dengan kehidupan, pekerjaan,
Masalah, atau tuntutan-tuntutan

Occupational hazard katanya
Memang begitu dunia
Tapi aku tak mau jauh dari Allahku!
Sedetik saja aku tak mau

Saat hatiku berteriak rindu
Tapi aku terkekang oleh waktu
Saat Tuhan harus berkorban
Berbagi, atau bahkan tersisihkan

Saat-saat itu,
Saat aku benar-benar membutuhan air hidup itu
HadiratNya menerobos masuk
Menyelip dalam pertengahan detik waktu

Selah. Ia memberiku selah.
Selah, dari semua masalah.

Ia membasuhku dalam kemuliaan
Ia menampakkan keagungan
Ia memberiku kelegaan
Jiwaku disegarkan

Ia membuktikan
Sekali lagi Ia membuktikan
Ia datang untuk memulihkan
Dan tinggal di dalamku
Sampai kesudahan waktu

Selamanya, Ia setia.
Selamanya, cinta Allah berbunga
Selamanya, sekali Ia mengatakan
Selamanya, Ia pasti akan melakukan
Karena ia setia, untuk selamanya.



A God-Sent Mentor.


There are “friends” who destroy each other, but a real friend sticks closer than a brother. -Proverbs 18:24 NLT

Greater love has no one than this, that one lay down his life for his friends. -John 15:13 NASB

Last night, our cell group had an after-party. Yeah, I mean, after most of the CG members went home, some of us -who were still craving for more- stayed and continued talking about mentoring and discipleship.

Well, I don't really know the theological theories behind discipleship, but I was just so happy that I have a mentor. My current mentor, I met her more than a year ago, is probably one of the best I have ever had. And I thank God repeatedly for her.

We met through what I believe as a 'divine appointment', the first time I joined my cell group. I was in a desperate need of a mentor, someone to teach me more about God, and there she was, standing right in front of me, that very moment. That time, we could feel it flowing in our hearts; God has knitted our souls, just like Jonathan and David in 1 Samuel 18:1-3. Something greater has bound us, and we won't be able to escape each other.

She was not an easy mentor. There were times when I felt that I won't survive her mentoring process. Her style was not 'soft' and 'easy'. She threw hard words for me to digest, and she wouldn't soften her methods though I have begged for it. I still remember, I went home one day and said to my Dad that I thought she was too hard, and I was not sure she's right for me. My Dad's comment was as simple as: "It's hard too find a good friend". But it got my attention. It had me linger a little while, just to find out what is exactly the will of the Lord. Because I am sure that once He showed someone to me, He has a plan.

So I stayed. When she scolded me, I stayed. When she told me to do something I was not comfortable of doing, I tried really hard to obey. I kept trying to digest her words and trusting her because I know, she said what she said and she did what she did because she loves me.

Once I can grasp God's love in her, and her love to God, I began to enjoy the process. I began to understand that God has sent her to build me, not to entertain me with nice words. I started to want more and more times to learn from her, and God has allowed me to do so.

And now, after one and half year spending most of my days with her, she is one of my best-est friends, a sister I never had, a loving mentor, and even sometimes a very annoying mommy. She has shown me how to lead, how to follow, how to destroy, how to build, how to hate the bad without losing love to the good, how to stand strong through trials, how to keep believing in my God whatever circumstances I'm in, and more than anything, how to trust God that I have His everlasting love, true acceptance, and that I will always have Him as my ever-present Savior, no matter what I did, no matter how bad I was.

She has opened my eyes to a lot of things in life. She has opened my eyes so I can see more of God, not her. This is the first and foremost fact you have to see in a mentor. Does he reflect God through his life? Or he's just trying to show you some church-like achievements? Does he put God at the center of his life? Is he falling in love with God more than you? What shines through his face? God, or his works? Is he living a Godly life, or a Christian-packaged life? Make sure, before you make someone your mentor.

So I encourage you, brothers and sisters, find yourself someone to build you, to teach you about Jesus, and to open your eyes to the truth and only to the truth. It might not feel so comfortable at first, because the truth does hurt, but that truth will also set you free. Find someone who wants to take you into his/ her life and let you observe, learn. Someone who is delighted in praying for you and your family. Pray so you can find one Godly brother or sister, because it would certainly help you find your ways in life.

God has found me one, the best there is, may He do the same to you.


© 2013. Sarah A. Christie. Powered by Blogger.