Aku, Internet, dan Gaya Hidup.

by Sarah Audrey Christie

Jika Toni Blank (Pria setengah waras yang populer lewat acara Toni Blank Show di YouTube dan Facebook) ditanya mengenai internet, ia pasti akan menjawab, internet adalah ‘perjumpaan antara dua massa lewat gelombang wave yang cepat dan movement transformation, sehingga tercapai happiness.’ Dan kita akan dibuat terbahak plus terheran-heran oleh ucapannya yang menggelikan dan  tak dapat dimengerti. Ya, Toni Blank memang selalu meracau, tapi itulah yang menarik ribuan penggemar yang kerap memadati YouTube setiap kali episode singkat Toni Blank di-upload oleh para produsernya. 

Berbeda dengan Mas Toni, aku tak punya definisi panjang lebar tentang internet. Hanya satu, dan itu cukup. Internet adalah teman. Teman baikku. Terutama di saat-saat di mana hanya ada aku dan komputerku, atau aku dan gadget-gadgetku, maka internet lah penyambung nyawaku dari hari ke hari. Berlebihan memang, tapi tidak sepenuhnya hiperbolis. Karena memang kenyataannya, aku jarang dapat dipisahkan dari internet. Apalagi setelah aku memasuki bisnis online media di awal tahun 2011. Lebih dan lebih lagi aku rela berjubel bersama milyaran orang lainnya di dunia tanpa batas ini.

Dari jam 9 pagi hingga bisa-bisa jam 2 pagi hari berikutnya, aku duduk serta melakukan segala aktivitas internet yang aku sukai, dan hanya akan diselangi oleh makan siang, perjalanan pulang dari kantor, dan makan malam, itupun jika ayahku meminta agar aku tidak makan malam di depan komputer. Dan lagipula, jika tidak di depan komputer pun, masih ada blackberry dan gadget-gadgetconnected. lainnya yang dapat membuat kita tetap

Dan aku seratus persen yakin, itulah yang dilakukan oleh sebagian besar orang hari-hari ini. Apalagi semenjak era iPad, Playbook, dan Galaxy Tab merambah Indonesia, internet sudah bukan lagi kudapan untuk kalangan tertentu saja, tapi hampir semua orang. Sudah tidak asing kalau kita melihat ibu-ibu sedang duduk santai di sebuah café sambil browsing lewat iPadnya. Atau anak-anak kecil bermain games online di laptop ayahnya. Sampai-sampai jika sebuah café tidak memiliki sambungan internet nirkabel (wi-fi), maka sang manajer cafe sebaiknya mempersiapkan pidato permintaan maaf yang cukup rasional kepada para pengunjungnya, dan bahkan terkadang, harus rela kehilangan pelanggan. Sedrastis itu, ya, dan setragis itu. Itu pula alasan kuat di balik beratus-ratus café yang sudah memberikan layanan wi-fi gratis bagi para pengunjungnya. Ironis bahkan, orang terkadang tak begitu peduli apakah kopi di tempat ini enak atau tidak, tapi lebih peduli pada apakah di tempat ini ada wi-fiwi-fi-nya cepat”. Begitu komentar seorang temanku. Lho jadi bukan kopinya yang enak?? Yah, meskipun ini pukulan telak yang cukup menyakitkan bagi para manajer dan owner café, tapi itulah kenyataan, teman, dan kenyataan itu menyakitkan. atau tidak. “Saya suka nongkrong di café ini karena

Jadi aku pikir, walau tulisan ini memang berjudul Aku, Internet, dan Gaya Hidup, tapi maafkan aku, karena menurutku ini sudah bukan lagi tentang gaya hidup. Internet, tanpa kita sadari, sudah tidak lagi berada di jajaran itu. Aku rasa, internet sudah jauh melewati kategori ‘gaya hidup’. Saat ini, praktis, internet telah menjadi sebuah kebiasaan (habit). Sesuatu yang secara otomatis kita lakukan secara reguler tanpa kita sadari. Anda tidak percaya? Coba perhatikan apa yang kita lakukan setiap pagi. Sikat gigi misalnya, nah itu sebuah kebiasaan yang otomatis kita lakukan tanpa bertanya mengapa dan untuk apa kita melakukannya, kan. Bahkan kita mampu melakukannya dengan mata setengah terpejam. Lalu perhatikanlah beberapa menit kemudian, kita akan berjalan tergopoh sambil menelusuri meja atau tempat tidur untuk mencari Blackberry, iPhone, atau gadget lainnya yang kita miliki, dan mulai membuka aplikasi Facebook dan Twitter. Masih dengan mata setengah terpejam, dan dengan tingkat kesadaran seadanya. Tak berapa lama, muncullah status ‘selamat pagi’ yang menyapa teman-teman kita di dunia maya. Jadi Anda percaya sekarang, bahwa kita sedang membicarakan 'kebiasaan', dan bukan lagi sekadar ‘gaya hidup’?

Mengapa? Sederhana, karena internet sudah menjadi seperti darah yang mengaliri otot-otot kita, mendukung seluruh aktivitas kerja kita, menghidupkan gairah dan memberikan semangat, dan selalu ada saat kita membutuhkannya. Selalu menjawab pertanyaan. Selalu menjadi a silent but reliable friend. Dan seperti Anda yang sudah sangat terbiasa dengan kehadiran teman-teman baik Anda, begitu pulalah Anda terbiasa dengan internet.

Lalu melihat fenomena ini, apa yang harus kita lakukan selanjutnya? Browsing? Download? Upload? Blogging? Social-networking? Tweeting? Menggunakannya sebagai sarana komersial sebagai bagian dari strategi marketing perusahaan kita? Bukankah itu yang memang kita lakukan setiap hari? Apalagi yang lebih baik dari itu?

Jawabannya, MEMBUAT PERBEDAAN. Itu yang dapat kita lakukan. 

Itu hal yang lebih baik, dibandingkan hanya semata-mata memanfaatkan internet dan segala kapasitasnya untuk kepuasan pribadi atau kepentingan komersial dan bisnis. Tapi membuat internet berdampak dan ikut andil dalam memajukan sebuah komunitas, atau masyarakat, atau bangsa, itu baru sebuah tujuan yang pantas diperjuangkan.

Pindahkan kegiatan-kegiatan sosial ke online media. Lakukan fundraising, live streaming melalui internet. Buatlah website yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan manusia yang belum terselesaikan. Apapun itu, lakukan perubahan. Lakukan perubahan lewat internet. Bukannya  berserah pada trend dan secara konstan menjadi 'bunglon' yang terus menerus ‘diubah’ oleh internet. Tentukan arus, dengan tidak mengikuti arus.

Jadi? Ya, aku berharap banyak pada internet. Tapi aku juga akan mengubah internet. Itu impianku, dan itu janjiku. Suatu hari, internet tidak akan pernah sama lagi, sebab beberapa orang memutuskan untuk membuat perbedaan. Dan semoga ketika saat itu tiba, aku berada di antara mereka.

(Tulisan ini diikutsertakan dalam Bhinneka Blog Competition: http://www.bhinneka.com)